Istilah Batik Belanda ini timbul karena yang membuat batik-batik itu adalah
perusahaan / industri batik milik wanita pengusaha Indo-Eropa yang dapat
dikenali dari pola-pola serta motif Eropanya.
Batik
Belanda ini awal mulanya diprakarsai oleh Gubernur Sir Thomas Stamford
Raffles yang tertarik untuk menggunakan motif batik sebagai motif cetak
pada kain. Sehingga ketika sesampainya di Indonesia beliau yang juga
penggagas Kebun Raya Bogor ini mengirim kain-kain batik ke Inggris untuk
dilakukan proses percetakan secara massal. Dan di Belanda sendiri
terdapat beberapa perusahaan industri batik seperti Oosterom, Metzelaar,
dan Franquemont.
Batik Belanda adalah jenis batik yang tumbuh dan berkembang antara tahun 1840-1940. Pada mulanya batik ini hanya dibuat untuk masyarakat Belanda dan Indo-Belanda yang pada umumnya berbentuk sarung. Para pemakainya semula terbatas pada kalangan sendiri kemudian menyebar ke lingkungan orang Cina dan para bangsawan Jawa.
Bangsa Belanda datang ke Pulau Jawa dengan bendera VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) pada awal abad ke-17 untuk berdagang. Keberhasilan di bidang niaga membuat sebagian di antara mereka memilih tinggal menetap di kawasan yang dikenal dengan sebutan Hindia Belanda yang beriklim tropis. Mereka mengenakan Chintz dari India untuk busana sehari-hari.
Ketika impor tekstil dari India terhenti, terbukalah peluang bagi pengrajin batik untuk membuat dan memasarkan batik-nya. Runtuhnya VOC tahun 1799 dan kemudian digantikan oleh pemerintahan Belanda menyebabkan makin banyak orang Belanda menetap di Pulau Jawa dan berarti meningkat pula permintaan terhadap batik.
Antara tahun 1840-1940 Pekalongan merupakan tempat mulai tumbuhnya batik Belanda. Banyak perusahaan Batik Belanda bermunculan di Pekalongan yang dibuat oleh wanita Indo-Belanda seperti diantaranya Catharina Carolina van Oosterom, (batik Panastroman) dan Williams, disusul oleh perusahaan milik pengusaha Cina dan Arab yang membuat batik Belanda. Ada pula E. van Zuylen, Metz dan Yans yang melahirkan batik van zuylen. Selain itu daerah Semarang, Ungaran, Banyumas, Pacitan, Surakarta dan Yogyakarta. Tahun 1910 muncul batik Belanda milik orang Jawa di Banyumas.
Perusahaan batik Belanda pertama berdiri di Surabaya pada tahun 1840, milik Carolina Josephina von Franquemont, yang kemudian pindah ke Semarang. Franquemont terkenal dengan penemuan warna hijau dari zat warna nabati yang tahan luntur. Warna ini kemudian disebut hijau franquemont dan sekaligus menjadi ciri khas warna batiknya.
Pengusaha-pengusaha batik Belanda yang bermukim di pedalaman menghasilkan batik yang sangat di pengaruhi oleh lingkungannya. Pola serta warna batik keraton tampil bersama pola-pola batik Belanda dalam bentuk sarung, baik dengan kepala tumpal maupun kepala buketan. Pola utamanya tetap bernafaskan selera Eropa, yaitu bunga-bunga, buketan, burung-burung, kupu-kupu dan rangkaian bunga di atas latar dengan isen tradisional Jawa antara lain gringsing, galaran, anggur, dan akar jahe yang ditata dengan warna-warna biru tua, putih, serta warna soga yang sangat muda. batik Belanda semacam ini antara lain dibuat oleh M Coenraad dan E Coenraad di Pacitan; Van Gentz Gottlieb, dan Jonas di Surakarta; Gobel dan De Boer di Yogyakarta; serta Williams dan Matheron di Banyumas. Ragam hias Jawa dalam batik Matheron biasanya lebih menonjol karena banyak menggunakan warna-warna soga dan pola klasik seperti lereng dan Sekar Jagad.
Tetapi ada pula ragam hias yang diilhami oleh dongeng-dongeng Eropa sebagai tema pola, antara lain “Little Red Riding Hood”, “Snow White”, dan “Hanzel and Gretel”. Bahkan ada pula pola yang menampilkan pemgaruh budaya cina seperti Dewi His Wang Mu, serta pola wayang dan pola sirkus.
Kehadiran batik Belanda di Pulau Jawa di satu sisi merupakan saksi perkembangan batik di zaman Belanda yang diwarnai oleh zaman, peristiwa, serta lingkungan. Gejolak zaman yang disebabkan berkecamuknya Perang Dunia II sangat mempengaruhi kelangsungan produksi batik Belanda. Kedatangan bala tentara Jepang menyebabkan banyak orang Belanda dan Indo-Belanda ditahan dan dimasukan ke kamp-kamp oleh tentara Jepang. Oleh sebab itu hampir semua perusahaanbatik Belanda , sebuah mahzab yang memberi sentuhan khusus pada perjalanan batik di bumi Nusantara berhenti berproduksi. Di sisi lain batik Belanda menghadirkan karya-karya yang merupakan adikarya dari karyakarya batik yang sudah pernah ada sebelumnya dan merupakan hasil karya seni budaya yang sangat tinggi nilainya. Meski keindahannya merupakan keindahan visual saja.