Sejarah Alat Musik Sasando
Asal mula alat musik langka itu, menurut banyak
tokoh adat di Pulau Rote, telah dikenali sejak Rote menjadi bagian dari daerah
kerajaan. Dalam legenda memang muncul banyak versi mengenai sejarah munculnya
sasando. Konon, awalnya adalah ketika seorang pemuda bernama Sangguana
terdampar di Pulau Ndana saat pergi melaut. Ia dibawa oleh penduduk menghadap
raja di istana. Selama tinggal di istana inilah bakat seni yang dimiliki
Sangguana segera diketahui banyak orang hingga sang putri pun terpikat. Ia
meminta Sangguana menciptakan alat musik yang belum pernah ada. Suatu malam,
Sangguana bermimpi sedang memainkan suatu alat musik yang indah bentuk maupun
suaranya.
Diilhami mimpi tersebut, Sangguana menciptakan alat musik yang ia beri nama
sandu (artinya bergetar). Ketika sedang memainkannya, Sang Putri bertanya lagu
apa yang dimainkan, dan Sangguana menjawab, "Sari Sandu". Alat musik
itu pun ia berikan kepada Sang Putri yang kemudian menamakannya Depo Hitu yang
artinya sekali dipetik tujuh dawai bergetar.
Keindahan bunyi sasando mampu menangkap dan mengekspresikan beraneka macam
nuansa dan emosi. Karena itu, dalam masyarakat Nusa Tenggara Timur, sasando
adalah alat musik pengiring tari, penghibur keluarga saat berduka, menambah
keceriaan saat bersukacita, serta sebagai hiburan pribadi. Kini musik sasando
dikenal sebagai alat musik yang menghasilkan melodi terindah dari Pulau Rote.
Secara umum, bentuk sasando serupa dengan instrumen petik lainnya seperti
gitar, biola, dan kecapi. Tetapi, tanpa chord (kunci), senar sasando harus
dipetik dengan dua tangan, seperti harpa. Tangan kiri berfungsi memainkan
melodi dan bas, sementara tangan kanan memainkan accord. Ini menjadi keunikan
sasando karena seseorang dapat menjadi melodi, bass, dan accord sekaligus |